Sukhoi S30 |
Menurunnya tingkat kesiapan armada Sukhoi Su-30MKM milik AU Malaysia telah menjadi buah pembicaraan sejak beberapa bulan ini, betapa tidak, dari 18 unit Su-30MKM, yang digadang sebagai varian Su-30 tercanggih di Asia Tenggara, ternyata hanya empat unit yang dinyatakan layak terbang.
Loyo-nya Su-30MKM ternyata mengusik ketenangan Rusia.
Karena merasa menjadi korban pencitraan yang buruk, akhirnya pihak Rusia melontarkan tanggapan.
Seperti dikutip dari freemalaysiatoday.com (14/9/2018), seorang pejabat dari Kedutaan Besar Rusia di Kuala Lumpur menyebutkan, bahwa Malaysia tidak akan mengalami masalah pada Su-30MKM, seandainya mengikuti jadwal perawatan secara rutin.
Selain jadwal perawatan rutin yang tidak sesuai, pihak Rusia juga menjelaskan kemungkinan adopsi beragam perangkat dan sensor non Rusia (NATO) pada Su-30MKM menjadi potensi besar terjadinya konflik pada sistem pesawat.
Seperti diketahui, Su-30MKM yang dikembangkan dari basis Su-30MKI (India) punya jeroan sistem avionik yang berbeda dari Su-30 pada umumnya, yakni sudah kental dengan teknologi dari Eropa Barat.
Sebut saja sistem avioniknya mengandalkan produk Perancis yang memang sudah lama punya pasar di Malaysia.
HUD mengadopsi Thales CTH3022 wide angle holographic, begitu pula sistem IFF (Identification Friend or Foe) yang juga dibuat Thales.
Sistem pod pencari sasaran dan pengarah rudal menggunakan Thales yaitu Damocles targeting & NAVLIR pod.
Selain asupan solusi dari Perancis, Saab South Africa juga ikut berkontribusi di Su-30MKM, yang dengan pemasangan Saab Avitronics MAW300 Missile Warning Sensor dan LWS350 Laser Warning Sensor.
Untuk mendeteksi rudal dengan pemandu radar ada sistem RWS-50RWR.
Sebelumnya ada anggapan dari pihak Malaysia bahwa Rusia menjual Su-30 dengan kualitas rendah, ditambah dengan layanan purna jual yang buruk.
Menurut pejabat dari TUDM, “seharusnya Rusia memberikan dukungan kepada kami setelah serah terima pesawat, tetapi mereka (Rusia) tidak memberikan rincian ketika kontrak ditandatangani,” uja sumber dari AU Malaysia.
Lebih lanjut dikatakan pihak Rusia tidak transparan dalam praktek bisnis dan tak menjelaskan perlunya pemeliharaan khusus setelah 10 tahun.
Ini berbanding terbalik dengan pesawat produksi Amerika Serikat yang punya sistem pemeliharaan terpadu, sederhana dan terencana dengan baik.
Masih dari pernyataan pejabat Kedubes Rusia di Kuala Lumpur, disebutkan permasalahan menjadi sesuatu yang harus dipecahkan antara pihak Malaysia dan Irkut Corporation (produsen Sukhoi).
“Kurangnya pemeliharaan teknis, ditambah adanya pergantian kekuasaan di Malaysia, yang turut berpengaruh pada kontraktor, juga membawa dampak besar pada kucuran dana,” ujar sumber dari pihak Rusia.
Pihak Rusia mengklaim banyak negara yang telah mengoperasikan Su-30 tanpa ada masalah yang berarti.
Misalnya Su-30SM Kazakhstan, yang tidak memiliki keluhan tentang kualitas produk, beroperasi andal dan memenuhi semua persyaratan taktis.
Beban biaya operasional Su-30Mang tinggi pada generasi Sukhoi memang sudah bukan rahasia lagi, dan itu sudah menjadi konsekuensi demi mendapatkan efek deteren.
Dalam hitungan dollar, biaya operasional per jam Su-30 yang mengadopsi KM ditengarai juga menjadi sebab mangkraknya pesawat ini.
Biaya operasional dan life cycle cost twin engine ditakar mencapai US$14 ribu.
Namun kabar terbaru, enam unit Su-30MKM sudah dalam kondisi layak terbang, sebagai buktinya keenam pesawat twin jet ini melakukan terbang formasi pada perayaan Hari Kemerdekaan Malaysia yang jatuh pada 31 Agustus lalu. (Gilang Perdana)
Sumber : https://www.indomiliter.com/
<==Berbagi Informasi Itu Indah==>
No comments:
Post a Comment